Senin, 16 November 2009

Sayang

Sayang, gerah jarak seperti membangun rindu dari biji ingatan
malam dan hujan berderap cahaya lampu berpagutan dengan hujan
aku di bawahnya membawa sekeranjang sepi
sembab mataku berjalan menujumu jantung dan hati berbagi sunyi
sayang, aku laki laki disusui purnama berlarian di semesta
mengukir langit dengan mataku
bila aku tak sampai padamu malam ini berikan rongga rindu untukku
biar aku ada dalam ingatanmu yang semakin senja


by : SAF

Sebatang Coklat Rindu

Kala rindu mengiris kalbu
Ku beli dua batang coklat di warung biru
Satu untukku, satu untukmu


Satu untukku, satu untukmu
Dua-dua nya aku yang makan
Biar jarak tau, dia bukan persoalan
Biar dia malu mengganggu kita melulu


Satu persatu kunikmati perlahan
Sampai di jantung
Sampai di hati
Sampai di dalam tubuh kita
Dalam hati jadi cinta dan ikatan
Dalam jantung jadi do'a dan harapan
Dalam tubuh jadi kita dan kekuatan


"Kutitipkan rindu pada sebatang coklat untukmu"


"Lia by SAF"
August '09

Minggu, 15 November 2009

Harapan Ladang Jagung

musim selalu ingkar

Langkahmu tak mampu terkejar

Semilirmu tak lagi teraba

Walau sejumput hanya



Tubuhku kerontang

Dahagaku kian rimbun

Dari pagi hingga petang

mengharap setetes embun



Sto-mata-ku berkarat

Air kehidupan kian mampat

Udara tak lagi murni

Terkotori tercemari



Haruskah mati konyol

Dengan usaha masih nol



Tidak !



Demi harap penanamku

memetik di ujung waktu

mengisi perut tersembilu

disayat kelaparan bertalu



Aku harus tumbuh, bangkit

Menatap matahari terbit




by Pipit Mungil
270809

Misteri Sunyi

tertatih dalam kenang menindih

meraba dinding masa yang jauh

menghitung langkah

dalam waktu tak terjamah




sendiri dalam labirin sunyi

hanya mampu menanti

dalam waktu silih berganti

mencoba menggapai asa diri

pasrah pada suratan Ilahi




"Lia by ARA"
260809

Praja Muda Karana

coklat tua coklat muda

simbol musim di bumi persada

asduk menggantung indah di leher

tunas kelapa dan bunga lily pun turut bertengger

tak lupa kabaret dan topi

menambah manis dan asri



siaga, penggalang, penegak

semua berdiri bersikap tegak

berbaris laksana perwira

membentuk *angkare yang diminta



semua telah siap

tiang bendera tlah tertancap kuat

dari tongkat-tongkat yang terikat

cerminan persaudaraan yang begitu lekat



tri satya terpatri dalam jiwa

dasa dharma dalam lelaku raga

satya, ku-ku dharmakan

dharma, ku-ku baktikan

agar jaya Indonesia, Indonesia

tanah airku

kami jadi pandumu


SALAM PRAMUKA !!!!


*bentuk barisan yang sering dilakukan pada upacara kepramukaan


"Lia"
140809

Terbiar

panas membakar

pandangan seketika nanar

tak lagi mampu kutawar

ngilu yang kian menguar



wajah lagi-lagi dibasuh memar

tak mampu tuangkan kelakar

siang panggang sekujur tak wajar

seolah mengajar tentang haus dan lapar



aku yang terbiar

masihkah kau menalar

dengan lilinmu yang memijar

akh !! aku tersasar di altar


"Lia,Ekosta,Khairud
140809

Mengejar Mimpi Di Pasar Pagi

Krieeet….krieeet…..
Sayup kudengar suara itu
Suara yang sama pada jam yang sama pula
Bunyi sepeda onthel Bu Narni
Ah….Ibu yang tak kenal lelah dan takut
Berjuang demi ketiga anaknya
Hatiku miris…..
Dia berjuang sendiri meski punya suami
Huuuft…..hanya desah nafas yang keluar dari mulutku
Dan hanya untaian kata sederhana ini yang mampu ku rajut






Pada malam malam panjang

Kau telah merancang

Saat semua lena dalam mimpi

Kau sibuk menguntai lembar demi lembar mimpi



Semua masih terlelap

Jalan jalan pun lengang dan gelap

Kau lempar kantuk banting lelah

Diatas sepeda tua

Kau berpacu dengan waktu

Mengejar asa

Dengan sekeranjang rebung dan daun ketela



Kau menunggu dengan sabar

Diantara teriakan pembeli dan penjual yang hingar bingar

Bibirmu lirih bergumam

Ikuti sayup rapal do'a dikejauhan

Sambil sesekali ikut berteriak tawarkan dagangan

Wajahmu tersenyum nanar

Antara harap dan cemas

Akankah ikatan ikatan yang kau jalin terjual amblas



"Lia"
15 Juli '09



# Terilhami dari tetanggaku yang tiap jam 2 pagi
berangkat ke pasar tanjung berjualan sayuran

Kabut Di Kaki Argopuro

Jerit ketakutan membaur dengan
erang kesakitan berpacu dalam
lolongan kematian”



Amarah yang kau nyanyikan

Lewat tangisan diterang, kegelapan

mencipta kabut berkepanjangan



Puing-puing berserakan

Karena hempasanmu semalaman

Sisakan luka dalam isakan



Pendar mentari semu

Tawarkan hangat kelabu

Mencoba tepiskan luka

Dengan berbagai tipu daya



Namun..

Kabut dikakimu tetap bergeming

Mengakar dalam urat bumi

Terpancang kuat dalam sanubari



"Pipit Mungil"
04 August 2009

Sabtu, 08 Agustus 2009

Buruh Tani

“Dalam tiap ayunan,
terperah darah demi sekeping impian”


Berdiri hadapi hamparan

Ukir guludan banyak ragam

Lempak masuk tanah keluar



Semenjak fajar selalu begitu

Lempar kantuk kesampingkan lelah

Hingga petang baru berhenti

Lelah penat tak lagi terperi



Demi asik mengukir bumi

Cipta harta yang bukan milik sendiri

Harta tuan tanah sang majikan

Harta sendiri hanya tenaga

Tenaga badan ditiap ayunan


"Lia"

Serumpun Asa

"Kutitipkan mimpi,
ku gadaikan darah dan belulang
pada batang padi"



Kusingkal dan kucangkul tempat semaimu

Kulumat bakal ilalang yang kan menggodamu

Kuratakan, kuhaluskan dan kualirkan air kesejukan

Hingga embriomu menggelian nyaman



Aku tersenyum, dadaku membusung

Saat keping lembagamu menyembul

Kian hijau, segar bak perawan gunung



Harapanku kian melambung

Membayangkan kau kan penuh mengisi lumbung

Membantuku ringankan kebutuhan yang kian membumbung

Hingga anak dan istriku tak lagi termenung


Detik-detik memetikmu kian dekat

Anai-anai pun ku asah lebih cepat

Namun aku tercekat

Saat daun benderamu berkarat

Bulir-bulirmu yang keemasan berubah coklat

Karna musim yang tak lagi mampu ku dekap

Hama penyakit yang tak lagi mati oleh obat



oh serumpun asaku

Akankah selalu seperti ini

Aku tetap miskin dinegeri sendiri

Tetap buruh di tanah Ibu sendiri


"Lia"

Jumat, 07 Agustus 2009

Jendela Pagi

Dalam sepoi angin
kurasa hangat seakan menanti

dalam gericik air malam
kurasa sunyi seakan bernyanyi

sunyi hangat dalam damaiku
cinta kasih menelungkupi jendela pagi

Abadi yang terlupa
karena peristiwa-peristiwa biasa

sebuah rasa kadang terlempar
pada dunia
pada asa di dada
hingga tibalah saat dalam masa
kembali, ada dalam abadi

---------------------------
----------------

5 Juli 2009
Inspiring Catatan Hudanosch Hudan, (21) kwek lin, sayuri yosiana, zuraidah abdul aziz- negeri jauh:mati

"Iwan Gunawan"

Minggu, 26 Juli 2009

Tawa Sekilas Duka Membekas

"SEMARAK"

Kata pertama yang terlontar dari otak

Sepanjang jalan protokol, dusun dan kampung
mulai berkibar bendera warna warni dan lampu hias tersusun
umbul umbul iklan produk ikut beraksi dan manggung
Tapi kenapa hatiku tak sesemarak suasana kotaku


Kebiasaan yang berulang dari tahun ke tahun
Semarak pesta kemerdekaan terus di usung
Semua tertawa gembira
Walau harus keluarkan kocek tuk selembar bendera
Padahal tuk makan masih butuh biaya
Tapi apa mau dikata
Diwajibkan sih katanya

Pekik merdeka berkumandang dimana mana
Dari media ke media
Dari mulut punggawa hingga kawula
Anak anak muda mudi riang gembira
Sambut hiburan yang saat saat tertentu saja
Pesta keperdekaan pun usai
Kotaku kembali hening dan sepi
Riang tawa seperti kembali terkunci

"ah..tawa semu merdeka
kamuflase hati pilu yang sebenar terpenjara"

Apa bedanya dengan pesta demokrasi
Semarak dan gempitanya sama
Rakyat tertawa bahagia dalam harap
terlambungkan dengan janji janji manis calon pewaris tahta
Amat yakin dan pasti
Hanya karena selembar merah bersayap

"yach...apa mau dikata
trik politik yang amat mengena
menyerang jiwa jiwa yang sedang sengsara
menahan rasa lapar dan dahaga"

Puncak pesta pun digelar
Semua berbondong bondong tentukan pilihan
Satu nama yang sudah disematkan

Sebulan dua bulan, setahun dua tahun
Tawa yang semula berderai tinggal senyuman dikulum
Harap yang begitu melambung
Hanya tinggal tetesan embun

Akan terus beginikah ?
Pekik merdeka dalam hidup terpenjara
Orasi sang penguasa hanya onani belaka


"Lia"
16 Juli '09

Bangsa yang sudah merdeka tapi sebenarnya belum merdeka
Dulu melawan bambu runcing dan keris
sekarang melawan bankir dan produk produk kapitalis

Kamis, 16 Juli 2009

Penantian

Jenjang penantian tlah berlumut
Lesakkan rindu dalam kabut
Kian lama merejam badan memagut

Serpihan rindu berbalik melingkupi sukma
Menggigit mencabik
Berdarah darah manis menghitam
Bak madu yang meracuni

Rindu dalam keseorangan
Menjerat dalam benang benang penantian
Sembilu sayat menyayat
Luka memerah merekah
Meradang tergarami
Pedih perih tiada bertepi

"Lia"

Jejak Cinta

Kusibak tirai dinding hatimu
Tak nampak satu huruf pun namaku terukir disana
Pedih tiba tiba di sebalik dada

Perlahan kutelusuri bilik hatimu
Tak satupun jejak langkah tertinggal
Kian perih rasa disebalik dada

Aku bertahan
Kusingkap pelan tabir relung hatimu
Samar kulihat jejak jejak indah
Berkelebat di pelupuk mata
Ada secercah harap
Tepiskan pedih palung jiwa

Tidak tidak...
Jejak itu bukan langkahku
Bukan bukan....
Tanda cinta itu juga bukan untukku

Pedih perih membentuk luka
Basah memerah
Hempas telaga di sudut mata
Terkoyak sudah rajutan asa

"Lia"
10 Juli '09

Pipit mungil terbang menukik langit
Menggapai sisa harap yang tergantung disana
Tiba tiba sayapnya patah
Pipit pun jatuh menimpa bumi
Berkalang tanah

Cinta Yang Hilang

Semilir angin kian lembab
Lahirkan titik titik embun diujung dedaun
Jangkrik bersiul merdu

Sayup suara Ku Ku si burung hantu

Suasana malam yang kian pekat nan senyap

Temaniku dalam pilu


Aku tergugu
Gejolak rindu seolah membeku
Rembulan yang tinggal separuh
Mengintip dari celah jendela kamarku

Dia pun terlihat agak sendu

Meski tetap tersenyum merayu
Seolah dia tahu gundahku

Oh rembulan

Tahukah engkau diujung langit mana dia terbang

Tak satupun nampak jejak juga bayang

Masihkah rindu ini harus ku genggam
Hingga sampai saat itu menjelang


Aku mencintainya sepenuh hati

Amat merinduinya meski telah pergi

Ku hanya ingin bertatap

Walau hanya sekejap

Namun itu takkan mungkin terjadi

Tidakkah seharusnya rasa ini telah mati

Dan sirna dari hati ini

Namun dia tetap bertahta di palung sanubari



"Lia" 13 Juli '09

Selasa, 14 Juli 2009

Nurani VS Telinga

# Nurani berkata...

Hei telinga......
Kamu hebat ya...
Bisa mendengar yang dikatakan mereka
Padahal kamu disamping sedangkan aku didepan
Adanya kamu disisiku
Membantuku memahami permasalahan mereka
Hingga keputusanku berkeadilan

Hei telinga.....
Buka kedua pintumu lebar lebar
Banyak banyaklah mendengar lalu bawa padaku
Jangan kamu masukkan dari pintu kanan
Kemudian kau keluarkan dari pintu kirimu
Begitu berharganya dirimu
Maka peliharalah organmu baik baik
Karena aku membutuhkanmu

Hei Telinga......
Ada apa denganmu........???
Badanmu panas...
Pintumu kau sumpal kapas...
Adakah kau tidak sehat...???
Mungkin kamu tlah berlebihan...
Mendengar hal hal yang tak patut kau dengar
Hingga organmu kegerahan
Lalu rusak dan sia sia

Hei Telinga...
Lakukanlah segera
Perbaikilah dirimu dan bertobatlah...


# Telinga menjawab...

Hei Nurani...
Aku selalu menemanimu
Membantumu mendengar apa yang tak mampu kau dengar
Apa yang tak patut kumasukkan ke dalam tubuhmu
Langsung aku keluarkan dari pintuku yang sebelah
Karnaku kau bisa lebih bijak mengambil keputusan
Tak hanya berdasrkan penglihatan kawanku si MATA

Tapi mengapa nurani...???
Kau biarkan manusia dengan tangannya membersihkanku tipa saat
Aku tahu...karena kau menikmati sensasinya kan..???
Padahal tanpa sadar tangan itu melukai tubuhku
Kadang kau turutkan juga keinginan MATA tuk melihat maksiat
Hingga ku pun turut mendengarkan walau tak mau

Apa...???
Kau suruh aku bertobat nurani...???
Kau yang seharusnya segera bertobat
Bukan aku atau kawanku yang lainnya
Karena keinginan terkutukmulah kami jadi korban

Ingatlah wahai Nurani...
Aku dan kawanku yang lain akan menjadi saksi
Semua perbuatan yang kau lakukan di bumi
Dan kau takkan mampu membela diri
Karna kawanku si BIBIR seksi kan dibungkam
Suara merdunya tak kan lagi diperdengarkan
Camkan kata kataku

"Lia by Ronny"

Obrolan Fajar

Huuuft...malam kian pekat
Mengantarkan seluruh penghuni jadat dalam lelap
Membuai mereka dalam dunia mimpi
Tapi dia tetap bergeming
Walau mataku tak lelap sekejap pun

Iseng ku buka FB lewat HP
Kubuka sebuah puisi
Tanpa sadar jemariku menari menakan tust huruf
Mencoba menuangkan fantasi liar di otakku

1 #

Mengapa harus terdiam
Kala hati meronta berteriak tak tahan
Tenggelam diantara gemerlap cahaya semu memabukkan
Mengapa aku tetap lena
Walau sebenar ku rasa aura ketidak adilan

Apakah kesadaranku kan tiba
Kala kakek renta yang kau lihat benar-benar
Meletakkan lubang makam itu di pangkuanku...??

# Penulis Berkata

Oh kata-kata lihatlah :

Jika kakek renta yang kau lihat, benar benar
Meletakkan lubang makam dipangkuanku...

Bulan telah jatuh kepangkuanmu Yulia
Bulan hitam dari hujan hitam dari Tuhan hitam
Hari hari hitam hendaklah jangan pergi dari pangkuanmu
Agar aku lesap di sana
Oh...indahnya...oh...kelamnya dunia

2 #

Aku tertegun mencoba mencerna makna kata katanya
Imaji kembali menuntun ibu jari
Menekan huruf satu persatu

"bulan hitam bertabur cahaya
Penuh gurat suka cita tercipta
Hujan hitam yang tercipta
Membawa kesejahteraan semesta
Tuhan hitam dunia kegelapan pembawa pelita"

Haruskah aku bersyukur...???
Atau kembali menjadi orang kufur....???

Oh kata kata...
Merinding aku di buatnya
Jawab tanyaku yang kian meronta

3 #

Gema azdan menyentak
Imajiku menggeliat enggan
Tuk kembali keperadapan dunia FANA yang MAYA
Bertarung diantara iblis iblis tampan nan rupawan
Bertabur rayuan manis penuh kutukan

Wahai Sang Dewi malam
Rengkuhlah tubuhku dalam kedamaian
Duhai rahim Ibunda
Lesakkanlah kembali ragaku disana
Hingga ku tenang dan damai dalam kesucian

"Lia"
Pipit munngil tak lagi mungil

Senin, 13 Juli 2009

Soil

Uugh....Tubuhku jadi asam
Akibat tangisan langit semalaman
Kini kian asam
Saat kau sebarkan UREA perlahan

Hanjriit.....
Tiap musim bertambah
Hingga mencapai tujuh *Kw per hektar
Pantas.....
Wajahku terasa kaku, retak dan mengeras

Kau jejali mulutku dengan sampah
Kau paksa aku menelan rangkaian senyawa beracun
Hingga **residu nya menggerogoti ragaku
kini ku mati dan impotent
Tak mampu membuat ASA mu menghijau
Hingga kembali kau jejali mulutku
Dengan literan senyawa-senyawa ***alkalis
Mikroba, cacing dan jasad renik yang lain tersingkir
Kalah bersaing dengan produk para bankir

Kalian tak sadar
Tlah jadikanku sampah peradapan
Untuk generasimu mendatang

* Kwintal
** Sisa / racun
*** Senyawa keras / Basa

"Lia..Pipit Mungil"

Embrio

Aku menggeliat
Menendang dinding *pericarp yang liat
Walau hanya dengan tetesan embun
Yang meresap ke pori-pori kulit
Aku harus tumbuh
Mencari cahaya mentari
Ringankan beban petani

Aku harus bertahan
Meski keping lembagaku tercabik tak karuan
Di koyak serangga-serangga jahanam
Ku tak mau petani kian kecut
Merogoh kocek dari dompet yang kusut
Tuk menyulamku yang terenggut maut



*Kulit biji

"Lia"

Ratap Jalanan

Jatahku kau sunat
Takaranku kau perhemat
Aku tercabik semburat
Saat menahan beban berat
Guyuran hujan menambah sekarat
Mencipta liang-liang sesat

Penggunaku mengumpat
Sumpah serapah terucap
Tatkala ia terjengkang hebat
Tak sedikit nyawa terenggut
Saat roda masuk liang maut

Ratakan aku
Sumpal liangku dengan mulut rakusmu
Aku takkan pernah mulus
Selagi otakmu seperti bulus

"Lia"

Semestaku Mangkat

Terik matahari menyengat ubun-ubun
Gerah menyelimuti, raga bermandi peluh
Bumi retak berdebu
Pohon-pohon meranggas pilu

Peradaban dunia turut berubah
Pria atau wanita tiada pasti
Cinta, puisi dan nada sirna
Caci maki khianat meraja

Oh.....
Bumiku berkarat
Langitku tergantung menunggu tenggat
Samudra melesak keperut bumi
Hutan terpaksa gadaikan diri jadi sahara

Hai...jasad-jasad mati
Sadarlah...bangkitlah dari mati surimu
Asahlah rasamu dengan samurai tertajam dunia

Lihatlah....
Semesta kita tlah sekarat
Sakit menahun turun temurun
Bertahan berkorban demi kalian
Menunggu obat yang tak kunjung datang

Bilakah semestaku kan mangkat
1000 tahun..?? 100 tahun..?? 10 tahun..??
Ataukah esok hari...???
Dan saat itu tiba sesalpun tak berarti

"Lia-Pipit mungil"
19 Juni 2009

Kemarau

Semilir anginmu hadirkan tawa riang
Lambungkan layang-layang di angkasa benderang
Terik mentarimu panjang menyengat
Merangsang kelopak bunga tuk kembang
Mendaulat senyawa glukosa rasuki batang-batang tebu
Pacu generatif hijauan tuk bercumbu
Ciptakan benih-benih yang di tunggu

Saat malam menjelang
Langit pun terang penuh gemintang
Kaki-kaki mungil tak henti berkejaran
Nikmati malam bermandikan rembulan

Saat fajar menjelang
Sang bayu berhembus lembab
Dingin menusuk tulang
Lahirkan titik-titik embun menggairahkan

Namun....
Masamu yang panjang
Membuat bumiku gersang
Sumur-sumur kering kerontang
Sungai-sungai bagai cawan sariawan
Leher-leher mamanjang menahan kehausan

Rerumputan menguning sekarat
Lumut-lumut tinggal kerak
Kami menyebutmu paceklik
Karna tak satupun hasil yang dapat dipetik

Panas sinarmu bak pemantik
Hasilkan percikan api membara
Membakar hutan-hutan di bumi persada

Kemarau....
Bawa suka dan duka tiada terperi
Duka yang bukan kau maui
Tapi akibat ulah kami sendiri

"Lia or Pipit Mungil"

Semoga kemarau kali ini baik-baik saja
Tak ada asap disumatra, kalimantan dan sekitarnya
Tak ada kekeringan lagi...amin...

Biarkan Aku Bernyanyi dan Berpuisi

Bibirku bersenandung
Nyanyikan kidung cinta asmaradana
Dendangkan nyanyian rindu semesta bestari
Agar semua orang tahu
Bahwa aku sang pemuja cinta lewat lagu
Agar alam tahu rinduku menggebu
Dan semesta bertasbih
Mengikuti untaian nada dawai gitarku
Melebur bersatu padu dalam sukmaku
Hingga tercipta kidung cinta bernada surga

Jemariku kan terus menari
Diatas kanvas putih nan suci
Tuangkan bait kata fantasi
Syairku tentang cinta
Mendayu syahdu menggelora
Meliuk diantara pohon pohon hati penuh rindu
Hingga sampai dan bertahta
Dalam mahligai istana cinta membiru

Syairku tentang semesta
Yang begitu indah asri memukau
Tempatku lahir, tumbuh dan hidup
Hingga kembali berkalang tanah

Biarkan aku terus bernyanyi
Hingga suaraku tak mampu lagi bersenandung
Biarkan aku terus berpuisi
Hingga otakku membeku
Dan jemariku tak sanggup lagi menari
Tuangkan semua bait fantasi

"Lia"

Jumat, 03 Juli 2009

Kelana Imaji

Sayapku mengepak pelan kelelahan
Meliuk limbung nyaris tersungkur
Mata sipitku seakan rabun
Silau akan gulita dalam gemerlap cahaya
Meraba dinding-dinding yang penuh lentera

Paruh rapuhku berkicau sendu
Diantara suara-suara gempita dari bibir bisu
Membaur dalam teriakan-teriakan empati semu

Hendak kemana ringkih tubuh mungilku berlabuh
Diistana megah bertabur bunga
Dengan suasana mencekam bak pekuburan tua
Atau kecomberan berlumpur
Dimana ketulusan dan kebeliaan canda tawa meraja

Imajiku terus melayang
Iringi kepakku yang kian tak beraturan
Mencari jawab nurani tuk sebuah keabadian

"Lia"
Apakah yang aku cari
Hanya sebatas kelana imajikah..??

Minggu, 28 Juni 2009

Syair Bumi

Ayahku bintang
Berdiri tinggi membuatku segan
Dia menjadikanku sekuat karang
Tangisanku segera terhenti bukan karena ketakutan
Namun dia mengajariku cara mengakhiri tangisan
Lalu kita tertawa lantang
Membuat bundaku masam
Tangan bajanya begitu lembut di wajahku
Tutur berwibawa tiada kata kasar
Ayahku adalah bintang kala malam
Bersinar terus menuntun aku anaknya dari kegelapan

Bundaku Rembulan
Berwajah teduh menenangkan
Senyumnya begitu lembut khas keibuan
Yang menyinariku kala gelap menjelang
Yang mampu mencerahkan wajahku kala masam
Bundaku rembulan
Yang selalu mengajarkanku kepribadian
Mengenal satu persatu tentang fenomena alam
Menjelaskan padaku pada tiap perubahan yang terjadi pada tubuhku
Memberikanku pengajaran tentang makna kehidupan
Bundaku rembulan
Yang selalu tersenyum lembut walau kepayahan
Merawat aku dari kecil hingga sekarang
Selalu menemani aku dan ayahku sang bintang

Takdirku sungguh indah
Penuh gurat-gurat tangan kasih sayang
Pelukan lembut keikhlasan,
Belaian keadilan tiap saat kurasakan
Ayahku bintang, bundaku rembulan
Wajah bundaku kekhusukan sunyi
Mata ayahku kewibawaan malam
Hati-hati bunda meletakkanku pada ranjang cinta kasih
Ditiupkan angin malam beraroma bunga-bunga rumput liar
Hingga syaraf-syarafku peka terhadap ketidak adilan dan kebusukan nurani
Dikenakannya padaku pakaian indah bersulan sutera pelangi
Sang bintang mengajarkan ketaatan gunung-gunung tinggi
Yang menjaga amanat sampai mati
Dia berikan timbangan keadilan dan pena ketegasan sebagai mainanku
Agar kelak ku mampu bersikap adil dan tegas menghadapi kehidupan
Siangnya ribuan pengetahuan bak air sungai mengalir deras
Merasuki otakku sebagai bekal amalanku pada dunia
Ayahku bintang, bundaku rembulan
Tangisan kepasrahan dan kecemasan esok pagi
Tercipta dari lidah-lidah kepasrahan
Ribuan do'a dengan mantra suci
Menggedor pintu langit memohon asa
Mengharap diriku anaknya menjadi seperti kehendak-Nya
Aku adalah buah kisah kasih sunyi penuh ridho
Dari senandung kerinduan malam pada hasrat Ilahi
Aku hadir karena renungan kesucian
Aku lahir dari rahim kepekaan malam
Dan aku adalah BUMI

Duniaku begitu indah
Penuh canda tawa dan kasih
Sapaan riang penuh ketulusan
Ayahku yang gemintang
Bundaku sang rembulan
Sahabatku sang matahari
Bintang dan rembulan mengajarkanku akan kehidupan
Yang didalamnya terdapat kekuatan dan kelembutan
Bagaimana cara memilah dan memilih mana kebaikan dan kejahatan
Sang matahari selalu menemaniku
Memberikan hangat cahayanya kala ku membeku
Mengajarkanku apa arti memberi tanpa mengharap kembali
Memberikanku penghargaan yang begitu besar
Walau terkadang diriku menjengkelkan
Yang selalu menyediakan telinganya saat ku berkeluh kesah
Yang membiarkan pundaknya basah kala ku menangis
Sahabatku sang matahari yang selalu tahu apa yang terukir dalam hati
Dia selalu tahu nada-nada yang ingin kunyanyikan
Dan akan menyanyikannya kembali untukku saat ku lupa bait-baitnnya

Akulah BUMI
Kehidupanku amat indah nian
Aku tercipta dari sari pati ayahku yang bagai bintang
Lahir dari rahim bundaku yang bagai rembulan
Bermain dan tertawa dengan sahabatku yang bagai matahari

Akulah BUMI
yang akan selalu bernyanyi berpuisi
Dengan kidung cinta semesta bestari
Yang akan terus bersyukur pada Ilahi Robbi
Yang telah memberiku anugrah terindah
Dengan mengirimkanku sang bintang, sang rembulan dan sang matahari
Yang selalu menemaniku hingga akhir nanti


"Lia by Ronny"

Gejolak Jiwa

Dalam kesendirian membuat ku tersadar
Dalam penantian panjang tercipta sebuah ruang hampa
Tanpa tersadar tiada sengaja
Jiwaku bergolak mencipta TANYA tanpa JAWAB

Aku terpekur ngilu

Mencoba berdamai dengan gejolak kalbu
Menekan tanya yang kian menggebu
Menuntut sebuah jawab suci dari dasar sanubari

Satu persatu tanya ku cerna

Raga bergetar jiwa luluh lantak tak berdaya

Siapakah diriku...???
Apakah aku hanya seonggok daging busuk berselimut sutra..???
Atau sebuah raga yang begitu sempurna dengan segala kelengkapannya..???
Namun untuk apakah aku diciptakan...???

apakah hanya sekedar hidup untuk makan...???
Adakah kemanfaatan atas hadirnya diriku...???
Ataukah hanya sebuah kemudharatan belaka...???

Sudahkah aku bersyukur dengan segenap jiwa atas segala nikmatNya...???
Telah termanfaatkankah kesempurnaan raga yang di anugerahkannya...???

Aku ber MATA...
Namun tak pernah mampu melihat segala petunjukNya
Mata telanjangku rabun hingga tak tahu apa yang terjadi disekitarku
Mata batinku tak lagi peka hingga cuek saja pada suatu perkara

Aku ber TELINGA...
Namun tak menjadikanku mendengar serua-seruanNya
Tetap tak peuli pada rintihan semesta
Mungkinkah HATI ku tlah MATI RASA...???
Lalu apa bedanya aku dengan bongkahan karang tepian samudra
Yang hanya membisu dengan keangkuhan tenggelam dalam ketakberdayaan

Aku berjalan melenggang congkak
Tertawa berderai diatas ratap tangis menyayat pilu
Berfoya-foya diatas lautan darah kaum papa
Hatiku yang tak lagi tersentuh menatap wajah dekil sayu
Melihat bayang-bayang kemelaratan di mata mereka

Air mataku tak lagi jatuh mendengar ratapan pilu lapar dahaga

Aku begitu terbuai dengan nikmat yang disuguhkan
tenggelam dalam sampah-sampah kemoderenan
Aku tak pernah mampu kembali dari kelenaan panjang MAYA FANA

Wahai dewa-dewa khayangan

Gunung-gunung tinggi menjuntai langit
Samudra-samudra terluas membelah bumi
Semesta serta alam dan isinya

Mengapa jiwaku tetap bergeming
Tetap mati...mati..mati...dan mati
Mengapa keangkuhanku melebihi keangkuhan kalian duhai semesta

Apa yang sebenarnya aku banggakan...???
Raga yang nampak begitu kokoh dan sempurna inikah...???
Wajah tampan dan cantik inikah..???
Harta benda inikah...???
TAPI INI PUNYA SIAPA...???
Bukankah semua ini semata hanya titipan-Nya...???

Astagfirullahalazim.....

Duh Gusti...
Lindungilah hati yang sebenarnya suci ini
Tiupkanlah angin kemuliaan dan kebaikan padanya
Jangan biarkan dia menjadi hitam pekat berkarat
Membusuk perlahan hingga bersekutu dengan kematian

Ya Ilahi Robbi...

Berikanlah cahayaMu
Tak hanya dalam masa gelam mengkungkungku
Namun saat benderang merasukiku
Karena bisikan-bisikan terkutuk itu ada pada keduanya
Dan hanya Engkau Ya Allah Yaa Rahman Yaa Rahim
Yang mampu menjaga fitrahnya dengan segala Kuasa-Mu

"Lia"

Jumat, 19 Juni 2009

Kelanaku Tak Lagi Nyata

Kaki tertatih terseok melangkah

Beban sarat noktah menghantui

Raga tinggal tulang berbalut wadah kasar

Jiwa kering kerontang, gersang meranggas



NNuurani terkungkung dalam tabir keangkuhan

Keletihan membias di permukaan wajah lusuh

Keputus asaan membayang dalam tatapan mata kelam hampa

Bimbang rasuki akal, bibir meracau tak keruan

Asa tinggal puing-puing berserak

Bak debu melayang terbawa hembus sang bayu



Kembali kaki ringkih melangkah

Menyisir bumi berbatu, tapaki lorong panjang gelap

Jelajahi tepian jurang terjal, tanpa arah tujuan



Terukir jelas dalam ingatan, membayang keangkuhan kesombongan

kala raga berteriak lantang



"AKU AKAN BERKELANA"



Berlari mencari dan merengkuhnya

bersumpah kan dapatkan tuk milikinya



Namun...

Kesombongan itu telah sirna

Keangkuhan menguap entah kemana

Meninggalkan wadah kasar yang kini bgai jasad mati

Terombang-ambing bak dilautan tanpa tepian

Semua yang diimpikan hanya bayangan ilusi

Cinta yang diperjuangkan berganti onak duri

Sumpah yang diikrarkan tlah lama mati

Hati yang diharap semanis madu, kini berselimut empedu meracuni

Hingga kelanaku tak lagi pasti, berganti halusinasi



Batinku berteriak....

Hai seonggok daging merah

Kau begitu angkuh dan sombong

Hingga tertutupi kebodohan, kerapuhan dan kedangkalanmu

Berkalipun kau berdarah tetap tak peduli

Menunggu asa yang ternyata sebilah BELATI

Hingga kau berpaling dari cinta sejati-Nya



Batin bergolak antara harap dan bimbang

Kala secercah sinar mengerjap dikejauhan



Tuhan...

Apakah itu cahaya-Mu

Yang sengaja engkau biaskan

Tuk terangi langkahku



Ya..Robb..

Bukalah mata telanjangku

Agar dapat melihat semua Petunjuk-Mu



Ya...Ilahi...

Bukalah mata batinku

Hingga benderang jalan yang kan ku tapaki



Ya...Allah..

Tunjukkan kuasa-Mu akan keajaiban semesta

Hikmah di sebalik pahit manis kehidupan

Bangunkan aku dari mimpi tidur panjang

Hentikan aku dari kelana maya fana

Hingga kudapat kembali menjamah dunia nyata

Melanjutkan kembali KELANA yang tertunda

Hanya untuk satu tujuan dan harapan



"RIDHO-MU Sang Maha Agung"



Amien....

Rabu, 17 Juni 2009

Di Balik Rinai Hujan

Senja tak lagi merona
Terselimut awan hitam mengarak menggulung

Rinai hujan menitik
Tumpah ruah bagai bah
Sang bayu menderu memburu halilintar

Sesosok jasad terpaku
Menengadah langit menatap nanar
Bibir terkatup rahang gemeletuk
Mengekang amarah emosi jiwa

Sang hujan kian membuncah
Menjawab kemarahan dengan amarah
Kilat pun menyambar biaskan bara membara
Jasad berteriak dengan pongah
Tangan mengepal menantang
Dada membusung bergemuruh

Hujan....
Guyurlah raga kotor nan nista
Agar noktah lebur dan hanyut keujung dunia tanpa cahaya

Bayu....
Hentakkan topan terpa sukma
Terbangkan segala resah gulana
Hingga tak satupun tersisa jejak-jejaknya

Halilintar.....
Sambar jasad pongah ini
Bakar gelora nafsu dengan baramu
Hingga tak lagi tersisa cinta semu tak abadi

Tuhan....
Rengkuh jasad kerdil dengan kasihMu
Sucikan jiwa dengan fatwaMu
Tuntun nurani dengan kuasaMu
Tiupkan cinta bernafas surga
Dengan kemurnian sebening cahaya
Yang kupuja dan kurasa hanya untukMu


"Lia"
Kesendirian membuatku tersadar bahwa aku
hanyalah seonggok jasad bernyawa yang penuh anugrah

Rabu, 10 Juni 2009

Hutang Janji

Malam ini aku kembali termangu
Memandang gundah jalanan yang kian lengang
Memeluk tubuh yang tiba-tiba menggigil
Entah karena dingin atau amarah

Kutajamkan Telinga tuk suara yang kutunggu
Namun hingga berdengung gaung suara itu tak terdengar
Acapkali kulabuhkan pandanganku ke lorong yang tlah gelap
Meski hanya sebuah bayangan pun tak nampak

Kejadian yang selalu membuatku jengah dan muak
Menyesak menyentak kalbu
Berbuah bara amarah dan kebencian
Muncul begitu cepat laksana topan

Kembali janji itu kau nisbahkan
Bertumpuk tumpang tindih berkarat
Belum lunas hutang janji kau bayarkan
Bak jamur di musim hujan
Anak janji baru bermunculan

Kapankah hutang janjimu kan terlunaskan...????

Selasa, 09 Juni 2009

Puisi Tuk Sahabat

Aku tertegun takjub
Membaca goresan pena sarat makna
Kekaguman tiba-tiba muncul pada jari pengukirnya
Walau tak tahu siapa dia

Kubaca sebuah nama, hmmm....wajah sederhana
Terkesan misterius dan angkuh
Kutelusuri kata demi kata dalam tiap bait gubahannya
Isyaratkan karakter keras namun memikat

Segan terasa tuk menyapa
Membayang keangkuhan di wajahnya
Perlahan ku coba menguak tabir tentangnya
Melalui bait-bait sarat tanya

Mata begitu tajam namun lembut
Wajah tegas penuh kedewasaan
Bibirnya tebarkan senyum bersahabat

Gurauannya begitu kocak
Terkesan lebay bahkan kadang norak
Namun kata-katanya begitu bijak
Itu yang aku suka darinya

Aku menjadi penuh warna jika bersamanya
Kadang merasa begitu bodoh
Merasa diri paling pintar
Seringkali tersanjung dengan pujiannya
Bahkan tersinggung dan marah dengan kata-katanya

Namun aku menikmati semua itu
Begitu nyaman dan indah
Bersyukur aku mengenal dia

Sahabat.....
Terima kasih tuk waktu yang selalu kau sediakan
Telinga yang siap mendengarkan keluh kesah
Bibir yang mengucap kata pujian, nasehat bahkan kritikan

Sahabat.....
Denganmu aku tak perlu JAIM
Aku bisa tertawa sepuasnya
Tanpa khawatir dianggap cerawak
Aku bisa cerita semuanya tanpa khawatir
Karna ku yakin kan dijaga tiap amanah yang kupinta
Bahkan aku tidak malu saat harus menangis

Sahabat.....
Terima kasih tuk semua penerimaanmu
Karnamu aku merasa lebih berharga

Perlu kita ingat sahabatku.....

Persahabatan adalah 1 jiwa dalam 2 raga
Persahabatan ibarat tangan dengan mata
Saat tangan terluka mata akan menangis
Saat mata menangis
Tangan akan menghapus air mata itu

Persahabatan sejati layaknya kesehatan
Nilainya baru kita sadari setelah kehilangan
Sahabat adalah seseorang yang dapat
Mendengarkan lagu dalam hati kita
Dan akan menyanyikannya kembali
Saat kita lupa bait-baitnya

Sahabat adalah......
"Tangan Tuhan untuk menjaga kita"

Special for You (0212-0717)

Thanks tuk semua sahabat dimanapun kalian berada


"Lia"
Thanks ya dah mau ngerti aku
Semoga persahabatan ini abadi
Amien.......

Apa dan Mengapa

Masih terlalu gelap tuk dikatakan pagi kala kuterjaga
Kusapukan pandanganku pada tiap jengkal sudut kamar
Bayanganmu jelas nian di ujung mata
Namun tak sekelebatpun nampak dalam sukma

Darahku berdesir
Mengapa.....???
Ada apa denganku...???

Sesuatu yang lembut berbisik lirih dalam gendang telinga

Sebab.....
Hati tlah terlanjur kecewa
Rindu tlah lebih dulu jadi benci
Hasrat membara tiba-tiba membeku
Air matapun tlah terlanjur tumpah

Kisah seperti apa yang sebenarnya kujalani...???
Lakon seperti apa yang harus ku perankan....???

Semua hanya ada dalam tanda tanya besar

Apa dan Mengapa...???

Siapa dan bagaimana...??

Namun...
Apakah semua itu jadi alasan
Cukup adilkah jika takdir yang dipersalahkan

Kembali ku bertanya
Hai Nurani....
Sudah benarkah yang kau lakukan
Seberapa besar pengorbanan yang kau beri
Sedalam apakah cinta yang kau agungkan
Apa benar kau sudah bersabar
Sudah bijakkah kau sikapi persoalan

Nuraniku tak mampu menjawab

Semua kembali pada

Apa dan Mengapa....????

Siapa dan Bagaimana...???


"Lia"
Terkadang butuh seseorang tuk berbagi
Butuh seseorang tuk mengatakan kau salah
Butuh seseorang yang bisa mengerti

Dilema

Cinta itu tlah kumiliki
Namun begitu sulit terjamah
Bertahta dan mangkat dengan sesukanya
Membawaku dalam dilema antara ada dan tiada

Hatiku ibarat sebuah penginapan baginya
Ragaku bak seonggok ranjang antik koleksinya
Singgah atau tidak tergantung kebutuhannya
Duduk atau rebah tergantung kuasanya

Dia ada atau tidak bagiku sama saja
Tak menjadikan duniaku lebih berwarna

Kau ada namun tiada
Kau tiada namun ada dan begitu nyata

Sabar seperti apa yang harus ku sampirkan
Setia seperti apa yang harus ku sematkan
Cinta seperti apa yang sebenarnya aku idamkan

"Lia"
Sabar, ikhlas, setia adalah kata yang mudah diucap
namun begitu sulit tuk di kecap

Setangkup MLATI

Kupacu motorku dengan kecepatan tertinggi
Seiring denyut jantung memacu adrenalin
Ter-engah mengejar harap
Tuk setangkup MLATI yang jadi syarat

Kulewati jalan panjang berkelok
Kadang halus mulus sering juga berkerikil
Kadang ramai dan riuh
Acapkali bagai lorong-lorong sepi tanpa penghuni

Tunggu aku di sudut pantai itu
Kan kulabuhkan segenap rasa menyesak dada
Hingga terbuka pasung pembungkus jiwa

Tunggu aku di bibir pantai itu
Kan kutumpahkan telaga yang membuncah
Menyeruak berebut di pelupuk mata
Hempaskan semua duka lara

Jika semua tlah usai
Taburkan setangkup MLATI itu di wajah dan ragaku
Agar terbayar lunas hutang janjimu


"Lia"
Puger, 17 Mei 2009

Senin, 08 Juni 2009

Wajah Anak Bangsa

Kupandangi wajah-wajah mungil itu
Begitu lugu nan suci
Penuh minat namun sarat tanda tanya
Sebuah pengharapan yang besar
Tuk secuil ilmu yang ingin di kecap

Tingkah polah mereka membuatku geli
Bangga sekaligus trenyuh
Mereka begitu antusias
Berseri tatkala mengerti
Kebingungan tatkala kurang faham
Arrccgh..sungguh pemandangan yang indah

Sering kutangkap pandangan penuh tanya
Penuh semangat membara
Seolah berkata
Aku pasti bisa mengikuti tiap katamu Bu Guru

Akupun kian semangat
Membuka lembar demi lembar diktat
Tuk penuhi dahaga mereka
Puaskan keingin tahuan mereka

Pada wajah-wajah itu ku berharap
Generasi penerus bangsa briliant tercipta
Seorang pemimpin bangsa bijak terlahir

Wajah anak bangsa ku
Padamu kulabuhkan asa
Tuk sejuta harap demi kemajuan bangsa

"Lia"
Kelas Wustho
19 Mei 09 (19.12)




Transformasi Diri

Bila kehidupan laksana samudra
Maka hidup itu adalah sebuah perahu
Kita harus arif dalam menantang gelombang
Agar selamat mencapai pulau harapan

Setiap perubahan menghadirkan sebuah harapan
Harapan mengandung tantangan
Tantangan selalu berisiko
Namun kita harus berani mengambil resiko
Agar dapat mengubah hidup

Tidak ada yang pasti dalam hidup dan kehidupan
Kecuali satu
Yaitu bahwa hidup hanya sekali
Jangan sia-siakan waktu
Manfaatkanlah sebaik mungkin
Untuk menjadikan hidup semakin berarti

Bila kita belajar dari setiap peristiwa yang terjadi
Maka ia akan menghadirkan pengetahuan
Bila kita belajar dari apa yang terjadi pada kita
Maka ia akan melahirkan kearifan hidup

Kearifan hidup adalah modal utama
untuk mencapai cita-cita hidup

Kita tidaj dapat merubah orang lain
Tetapi kita dapat merubah diri kita

Bila seekor ulat bisa berubah, kenapa kita tidak...????

"don't ask me, ask your heart...the answer is in your heart"

Renungkanlah

"Lia by Tjiptadinata Efendi"

Andai

Di sudut puncak tertinggi kotaku
Ku duduk terpekur
Mengingat sepotong hati nun jauh disana

Sedang apakah gerangan kasihku
Akankah dikau rindu
Adakah kau jua rasa hampa

Kupandang kerlip lampu kota
Nampak begitu kecil nan indah
Berpijar bak bintang kejora
Nun jauh di bawah sana

Andai kau ada di sini
Memeluk ragaku yang tiba-tiba dingin
Mengisi kehampaan jiwa sepi
Memadu kasih sejati jiwa

Andai hanya tinggal andai
Khayal hanya tinggal impian
Bayangan hanya berkelebat saja
Semua tak nyata
Semu dab selalu semu

"Lia"

Selasa, 02 Juni 2009

Mata Itu

Mata itu tak lagi bening
Ternoda oleh pandangan penuh dosa
Berkarat oleh kilatan amarah

Mata itu tak lagi indah
Penuh lingkar hitam karena lelah
Terkungkung dalam rutinitas tanpa arah

Mata itu tak lagi berseri
Ada guratan duka disana
Luka yang teramat dalam
Hingga tatapannya kelam hampa

Mata itu tak lagi tersenyum
Tak lagi ikut tertawa
Ada telaga yang bergejolak disana
yang tiap saat bisa tumpah
Melampiaskan segala gundah

Tatapan mata itu kosong
Hampa tanpa gairah
Menyimpan sejuta resah

"Lia"
Ada apa dengan pemilik mata itu..??

Rabu, 13 Mei 2009

Bayangan

Aku tergugu
Dengan lidah yang teramat kelu
Melihat bayanganku di telaga biru
Silih berganti bayangan itu muncul
Bagai slide show film yang sengaja diputar

Nampak aku diwaktu kecil
Begitu dekil kusam tak terawat
Cengeng dan selalu penuh rasa takut
Amat rapuh mengenaskan
Selalu bertanya-tanya apa itu kehidupan

Saat aku remaja
Mulai tampak perubahan pada tubuhku
Lumayan bersih bercahaya
Mulai berani menatap dan bertanya
Namun masih tetap cengeng pemalu dan manja

Rekaman berganti saat aku menginjak dewasa
Perubahan yang terjadi begitu beragam
Gaya bicara, cara bergaul
Mulia mengenal apa itu cinta
Pemahaman terhadap hidup yang lebih mendalam
Namun tetap cengeng dan manja

Aku tergagap
Tiba-tiba ulu hati serasa tersayat sembilu
Hanya se BATAS itukah perubahan yang terjadi padaku,
sejak aku dilahirkan...???
Terlalu banyak waktu yang aku sia-siakan
Terlalu mahal kubayar hidup'
hanya dengan kelenaan panjang

Bilakah perubahan hakiki kan terjadi padaku
Bilakah lembaran baru kan terbuka
Hingga ku dapat menorehkan
kisah-kisah berharga didalamnya
Merajut asa tuk masa depan yang masih panjang

"Lia"

Antara Tiga Rasa

Arrggcchh....
Rindu, benci dan cinta..
Kata dan rasa yang selalu menghuni hati manusia
Kata dan rasa yang selalu berhubungan
Kata dan rasa yang saling berpagut
Namun ketiganya mempunyai makna
dan rasa yang berbeda

Antara tiga rasa
Mampu merubah insan dengan cepatnya
Tiba-tiba jadi romantis penuh cinta
Kadang bagai orang limbung tak tentu arah
Mendadak menangis histeris menyayat
Dengan roman muka penuh amarah dan dendam

"Lia"
Sejatining Urip

Bagai PELITA dan Cahaya

ENGKAU-lah PELITA
dan kami hanya cahaya

Berjuta-juta cahaya
terpancar dari PELITA yang sama
Berganti warna
seiring waktu yang berbeda

PELITA tak pernah berubah

Cahaya bertingkat-tingkat
dengan sesama cahaya
satu lenyap tertindih yang lainnya
melebur menjadi cahaya utama

kemudian lenyap
kembali ke dalam PELITA

ENGKAU-lah sumber cahaya
dan kami hanya salah satu cahaya
dari miliaran pendaran cahaya
yang terpancar dari Sang PELITA

"Lia"
By Agus Mustofa




Kulminasi Penantian

Aku tlah benar-benar jenuh
Berada pada titik kulminasi penantian panjang
Arrcccggghhhh....
Bilakah penantianku usai
Bilakah kelanamu kau hentikan

Aku tak yakin kita mampu menjaga ikrar setia
Banyak hati yang menawarkan
segenggam cintanya pada kita
Banyak kabar negative yang terlontar diantara kita

Hatiku tlah terpasung pada hatimu
Hingga tak mungkin berpaling
Tapi aku sekarang lelah bahkan teramat lelah
Aku tidak lagi yakin pada cinta kita

Oh Semesta...oh Sang Bayu...
Wahai Tuan Sang Penguasa
Beri jawab padaku
Apa yang harus aku lakukan...???
Akankah penantian panjangku sia-sia

"Lia"
Ya Allah beri aku kekuatan

Pencarianku

Setiap saat aku melakukan pencarian
terhadap eksistensi-Mu
Bisakah aku mengenali-Mu..??
Cara apa yang harus ku tempuh
untuk dapat mengenali-Mu..??
Bukankah Engkau Dzat yang
"Tan Kinaya Ngapa"
yang takkan dapat tergambarkan oleh akalku

Secara harfiah aku memang memiliki naluri
Untuk mencari dan mengenali-Mu
Namun kenyataan berkata lain
Menunjukkan upaya itu seringkali tersesat
Bukan Engkau (Tuhan Allah)
yang aku temui
Melainkan Tuhan-Tuhan yang lain

Ya Robb
Tuntunlah aku tuk menemukan-Mu
Jangan biarkan hamba terlena
dengan kesesatan-kesesatan yang begitu samar

"Lia"
Insyaallah....Amien

Minggu, 10 Mei 2009

Jauh dan Dekat

Aku jauh Engkau jauh
Aku dekat Engkau dekat
Hati adalah cermin
Tempat pahala dan dosa berlabuh

Kutipan syair BIMBO membuatku miris
Menampar sisi-sisi dinding hati terdalam

Saat aku menjauhimu
Engkaupun menjauh dariku
Namun Engkau Arrahman Arrahim
Kau biarkan aku tetap menikmati ciptaan-Mu
Menghirup udara, menerima rizqimu
Tanpa sedikitpun Engkau meminta imbalan

Saat aku mendekati-Mu
Engkaupun dngan berlari mendekatiku
Kau beri berpuluh kali lipat anugrah-Mu
Kau berikan kebahagiaan demi kebahagiaan untukku
Kau kabulkan apa yang ku munajatkan

"Lia"
Allahu Akbar

Ikhlaskan Aku

Ya Robb...
Ikhlaskan aku menjalani takdirku
Yang begitu memasung keakuanku
Memporandakan mimpi dan asa yang terajut

Ikhlaskan aku melalui penantian panjang
Yang entah kapan kan usai
Walau kutlah amat letih dan tertatih

Aku nanti janji-Mu Ya Robb
Akan ada hikmah yang indah
di balik penantian panjangku
aku percaya Engkau tidak pernah terlelap
Selalu mendengar keluh kesahku
Dalam sujut panjangku
di malam-malam yang begitu sunyi

Ya Robb
Berikanlah aku kesabaran
Berikanlah aku Ridho-Mu
Tuk gapai kebahagiaan
Amien......

"Lia"

Ibu

Ibu....
Engkau begitu kuat nan sabar
9 bulan kau menggendongku dalam perutmu
Tanpa merasa berat dan malu
Berjuang meregang nyawa menantang maut
Hanya tuk mengenalkanku dunia fana ini
Saat tangisan pertamaku pecah kau menangis haru
mengusap ubun-ubunku
menguntai do'a tuk sejumput asa

Ibu....
Engkau begitu lembut dan penuh kasih
Dari kecil hingga dewasa kau merawatku
Tak ada sepatahpun keluh kesahmu
Senyuman tulus selalu tersungging dibibirmu
Saat ku merajuk kau tau yang kuinginkan
Saat ku sedih terjulur tanganmu memelukku

Ibu....
Engkau wanita terhebat yang kumiliki
Darimu aku mengenal satu persatu fenomena alam
Kau jelaskan perubahan demi perubahan
yang terjadi pada tubuhku
Kau juga menuntunku tuk mengenal Sang Khaliq
Kau juga mengajariku makna kehidupan

Ibu....
Aku masih durhaka kepadamu
Kubalas semua kebaikanmu dengan kenakalan
Ku menyakitimu dengan segudang persoalan
Ijinkan ku bersimpuh di kakimu ibu
Berikan Ridho mu untukku
Hingga ku mampu menggapai surga di kakimu

"Lia"
Love You Mom