Minggu, 26 Juli 2009

Tawa Sekilas Duka Membekas

"SEMARAK"

Kata pertama yang terlontar dari otak

Sepanjang jalan protokol, dusun dan kampung
mulai berkibar bendera warna warni dan lampu hias tersusun
umbul umbul iklan produk ikut beraksi dan manggung
Tapi kenapa hatiku tak sesemarak suasana kotaku


Kebiasaan yang berulang dari tahun ke tahun
Semarak pesta kemerdekaan terus di usung
Semua tertawa gembira
Walau harus keluarkan kocek tuk selembar bendera
Padahal tuk makan masih butuh biaya
Tapi apa mau dikata
Diwajibkan sih katanya

Pekik merdeka berkumandang dimana mana
Dari media ke media
Dari mulut punggawa hingga kawula
Anak anak muda mudi riang gembira
Sambut hiburan yang saat saat tertentu saja
Pesta keperdekaan pun usai
Kotaku kembali hening dan sepi
Riang tawa seperti kembali terkunci

"ah..tawa semu merdeka
kamuflase hati pilu yang sebenar terpenjara"

Apa bedanya dengan pesta demokrasi
Semarak dan gempitanya sama
Rakyat tertawa bahagia dalam harap
terlambungkan dengan janji janji manis calon pewaris tahta
Amat yakin dan pasti
Hanya karena selembar merah bersayap

"yach...apa mau dikata
trik politik yang amat mengena
menyerang jiwa jiwa yang sedang sengsara
menahan rasa lapar dan dahaga"

Puncak pesta pun digelar
Semua berbondong bondong tentukan pilihan
Satu nama yang sudah disematkan

Sebulan dua bulan, setahun dua tahun
Tawa yang semula berderai tinggal senyuman dikulum
Harap yang begitu melambung
Hanya tinggal tetesan embun

Akan terus beginikah ?
Pekik merdeka dalam hidup terpenjara
Orasi sang penguasa hanya onani belaka


"Lia"
16 Juli '09

Bangsa yang sudah merdeka tapi sebenarnya belum merdeka
Dulu melawan bambu runcing dan keris
sekarang melawan bankir dan produk produk kapitalis