"SEMARAK"
Kata pertama yang terlontar dari otak
Sepanjang jalan protokol, dusun dan kampung
mulai berkibar bendera warna warni dan lampu hias tersusun
umbul umbul iklan produk ikut beraksi dan manggung
Tapi kenapa hatiku tak sesemarak suasana kotaku
Kebiasaan yang berulang dari tahun ke tahun
Semarak pesta kemerdekaan terus di usung
Semua tertawa gembira
Walau harus keluarkan kocek tuk selembar bendera
Padahal tuk makan masih butuh biaya
Tapi apa mau dikata
Diwajibkan sih katanya
Pekik merdeka berkumandang dimana mana
Dari media ke media
Dari mulut punggawa hingga kawula
Anak anak muda mudi riang gembira
Sambut hiburan yang saat saat tertentu saja
Pesta keperdekaan pun usai
Kotaku kembali hening dan sepi
Riang tawa seperti kembali terkunci
"ah..tawa semu merdeka
kamuflase hati pilu yang sebenar terpenjara"
Apa bedanya dengan pesta demokrasi
Semarak dan gempitanya sama
Rakyat tertawa bahagia dalam harap
terlambungkan dengan janji janji manis calon pewaris tahta
Amat yakin dan pasti
Hanya karena selembar merah bersayap
"yach...apa mau dikata
trik politik yang amat mengena
menyerang jiwa jiwa yang sedang sengsara
menahan rasa lapar dan dahaga"
Puncak pesta pun digelar
Semua berbondong bondong tentukan pilihan
Satu nama yang sudah disematkan
Sebulan dua bulan, setahun dua tahun
Tawa yang semula berderai tinggal senyuman dikulum
Harap yang begitu melambung
Hanya tinggal tetesan embun
Akan terus beginikah ?
Pekik merdeka dalam hidup terpenjara
Orasi sang penguasa hanya onani belaka
"Lia"
16 Juli '09
Bangsa yang sudah merdeka tapi sebenarnya belum merdeka
Dulu melawan bambu runcing dan keris
sekarang melawan bankir dan produk produk kapitalis
Minggu, 26 Juli 2009
Kamis, 16 Juli 2009
Penantian
Jenjang penantian tlah berlumut
Lesakkan rindu dalam kabut
Kian lama merejam badan memagut
Serpihan rindu berbalik melingkupi sukma
Menggigit mencabik
Berdarah darah manis menghitam
Bak madu yang meracuni
Rindu dalam keseorangan
Menjerat dalam benang benang penantian
Sembilu sayat menyayat
Luka memerah merekah
Meradang tergarami
Pedih perih tiada bertepi
"Lia"
Lesakkan rindu dalam kabut
Kian lama merejam badan memagut
Serpihan rindu berbalik melingkupi sukma
Menggigit mencabik
Berdarah darah manis menghitam
Bak madu yang meracuni
Rindu dalam keseorangan
Menjerat dalam benang benang penantian
Sembilu sayat menyayat
Luka memerah merekah
Meradang tergarami
Pedih perih tiada bertepi
"Lia"
Jejak Cinta
Kusibak tirai dinding hatimu
Tak nampak satu huruf pun namaku terukir disana
Pedih tiba tiba di sebalik dada
Perlahan kutelusuri bilik hatimu
Tak satupun jejak langkah tertinggal
Kian perih rasa disebalik dada
Aku bertahan
Kusingkap pelan tabir relung hatimu
Samar kulihat jejak jejak indah
Berkelebat di pelupuk mata
Ada secercah harap
Tepiskan pedih palung jiwa
Tidak tidak...
Jejak itu bukan langkahku
Bukan bukan....
Tanda cinta itu juga bukan untukku
Pedih perih membentuk luka
Basah memerah
Hempas telaga di sudut mata
Terkoyak sudah rajutan asa
"Lia"
10 Juli '09
Pipit mungil terbang menukik langit
Menggapai sisa harap yang tergantung disana
Tiba tiba sayapnya patah
Pipit pun jatuh menimpa bumi
Berkalang tanah
Tak nampak satu huruf pun namaku terukir disana
Pedih tiba tiba di sebalik dada
Perlahan kutelusuri bilik hatimu
Tak satupun jejak langkah tertinggal
Kian perih rasa disebalik dada
Aku bertahan
Kusingkap pelan tabir relung hatimu
Samar kulihat jejak jejak indah
Berkelebat di pelupuk mata
Ada secercah harap
Tepiskan pedih palung jiwa
Tidak tidak...
Jejak itu bukan langkahku
Bukan bukan....
Tanda cinta itu juga bukan untukku
Pedih perih membentuk luka
Basah memerah
Hempas telaga di sudut mata
Terkoyak sudah rajutan asa
"Lia"
10 Juli '09
Pipit mungil terbang menukik langit
Menggapai sisa harap yang tergantung disana
Tiba tiba sayapnya patah
Pipit pun jatuh menimpa bumi
Berkalang tanah
Cinta Yang Hilang
Semilir angin kian lembab
Lahirkan titik titik embun diujung dedaun
Jangkrik bersiul merdu
Sayup suara Ku Ku si burung hantu
Suasana malam yang kian pekat nan senyap
Temaniku dalam pilu
Aku tergugu
Gejolak rindu seolah membeku
Rembulan yang tinggal separuh
Mengintip dari celah jendela kamarku
Dia pun terlihat agak sendu
Meski tetap tersenyum merayu
Seolah dia tahu gundahku
Oh rembulan
Tahukah engkau diujung langit mana dia terbang
Tak satupun nampak jejak juga bayang
Masihkah rindu ini harus ku genggam
Hingga sampai saat itu menjelang
Aku mencintainya sepenuh hati
Amat merinduinya meski telah pergi
Ku hanya ingin bertatap
Walau hanya sekejap
Namun itu takkan mungkin terjadi
Tidakkah seharusnya rasa ini telah mati
Dan sirna dari hati ini
Namun dia tetap bertahta di palung sanubari
"Lia" 13 Juli '09
Lahirkan titik titik embun diujung dedaun
Jangkrik bersiul merdu
Sayup suara Ku Ku si burung hantu
Suasana malam yang kian pekat nan senyap
Temaniku dalam pilu
Aku tergugu
Gejolak rindu seolah membeku
Rembulan yang tinggal separuh
Mengintip dari celah jendela kamarku
Dia pun terlihat agak sendu
Meski tetap tersenyum merayu
Seolah dia tahu gundahku
Oh rembulan
Tahukah engkau diujung langit mana dia terbang
Tak satupun nampak jejak juga bayang
Masihkah rindu ini harus ku genggam
Hingga sampai saat itu menjelang
Aku mencintainya sepenuh hati
Amat merinduinya meski telah pergi
Ku hanya ingin bertatap
Walau hanya sekejap
Namun itu takkan mungkin terjadi
Tidakkah seharusnya rasa ini telah mati
Dan sirna dari hati ini
Namun dia tetap bertahta di palung sanubari
"Lia" 13 Juli '09
Selasa, 14 Juli 2009
Nurani VS Telinga
# Nurani berkata...
Hei telinga......
Kamu hebat ya...
Bisa mendengar yang dikatakan mereka
Padahal kamu disamping sedangkan aku didepan
Adanya kamu disisiku
Membantuku memahami permasalahan mereka
Hingga keputusanku berkeadilan
Hei telinga.....
Buka kedua pintumu lebar lebar
Banyak banyaklah mendengar lalu bawa padaku
Jangan kamu masukkan dari pintu kanan
Kemudian kau keluarkan dari pintu kirimu
Begitu berharganya dirimu
Maka peliharalah organmu baik baik
Karena aku membutuhkanmu
Hei Telinga......
Ada apa denganmu........???
Badanmu panas...
Pintumu kau sumpal kapas...
Adakah kau tidak sehat...???
Mungkin kamu tlah berlebihan...
Mendengar hal hal yang tak patut kau dengar
Hingga organmu kegerahan
Lalu rusak dan sia sia
Hei Telinga...
Lakukanlah segera
Perbaikilah dirimu dan bertobatlah...
# Telinga menjawab...
Hei Nurani...
Aku selalu menemanimu
Membantumu mendengar apa yang tak mampu kau dengar
Apa yang tak patut kumasukkan ke dalam tubuhmu
Langsung aku keluarkan dari pintuku yang sebelah
Karnaku kau bisa lebih bijak mengambil keputusan
Tak hanya berdasrkan penglihatan kawanku si MATA
Tapi mengapa nurani...???
Kau biarkan manusia dengan tangannya membersihkanku tipa saat
Aku tahu...karena kau menikmati sensasinya kan..???
Padahal tanpa sadar tangan itu melukai tubuhku
Kadang kau turutkan juga keinginan MATA tuk melihat maksiat
Hingga ku pun turut mendengarkan walau tak mau
Apa...???
Kau suruh aku bertobat nurani...???
Kau yang seharusnya segera bertobat
Bukan aku atau kawanku yang lainnya
Karena keinginan terkutukmulah kami jadi korban
Ingatlah wahai Nurani...
Aku dan kawanku yang lain akan menjadi saksi
Semua perbuatan yang kau lakukan di bumi
Dan kau takkan mampu membela diri
Karna kawanku si BIBIR seksi kan dibungkam
Suara merdunya tak kan lagi diperdengarkan
Camkan kata kataku
"Lia by Ronny"
Hei telinga......
Kamu hebat ya...
Bisa mendengar yang dikatakan mereka
Padahal kamu disamping sedangkan aku didepan
Adanya kamu disisiku
Membantuku memahami permasalahan mereka
Hingga keputusanku berkeadilan
Hei telinga.....
Buka kedua pintumu lebar lebar
Banyak banyaklah mendengar lalu bawa padaku
Jangan kamu masukkan dari pintu kanan
Kemudian kau keluarkan dari pintu kirimu
Begitu berharganya dirimu
Maka peliharalah organmu baik baik
Karena aku membutuhkanmu
Hei Telinga......
Ada apa denganmu........???
Badanmu panas...
Pintumu kau sumpal kapas...
Adakah kau tidak sehat...???
Mungkin kamu tlah berlebihan...
Mendengar hal hal yang tak patut kau dengar
Hingga organmu kegerahan
Lalu rusak dan sia sia
Hei Telinga...
Lakukanlah segera
Perbaikilah dirimu dan bertobatlah...
# Telinga menjawab...
Hei Nurani...
Aku selalu menemanimu
Membantumu mendengar apa yang tak mampu kau dengar
Apa yang tak patut kumasukkan ke dalam tubuhmu
Langsung aku keluarkan dari pintuku yang sebelah
Karnaku kau bisa lebih bijak mengambil keputusan
Tak hanya berdasrkan penglihatan kawanku si MATA
Tapi mengapa nurani...???
Kau biarkan manusia dengan tangannya membersihkanku tipa saat
Aku tahu...karena kau menikmati sensasinya kan..???
Padahal tanpa sadar tangan itu melukai tubuhku
Kadang kau turutkan juga keinginan MATA tuk melihat maksiat
Hingga ku pun turut mendengarkan walau tak mau
Apa...???
Kau suruh aku bertobat nurani...???
Kau yang seharusnya segera bertobat
Bukan aku atau kawanku yang lainnya
Karena keinginan terkutukmulah kami jadi korban
Ingatlah wahai Nurani...
Aku dan kawanku yang lain akan menjadi saksi
Semua perbuatan yang kau lakukan di bumi
Dan kau takkan mampu membela diri
Karna kawanku si BIBIR seksi kan dibungkam
Suara merdunya tak kan lagi diperdengarkan
Camkan kata kataku
"Lia by Ronny"
Obrolan Fajar
Huuuft...malam kian pekat
Mengantarkan seluruh penghuni jadat dalam lelap
Membuai mereka dalam dunia mimpi
Tapi dia tetap bergeming
Walau mataku tak lelap sekejap pun
Iseng ku buka FB lewat HP
Kubuka sebuah puisi
Tanpa sadar jemariku menari menakan tust huruf
Mencoba menuangkan fantasi liar di otakku
1 #
Mengapa harus terdiam
Kala hati meronta berteriak tak tahan
Tenggelam diantara gemerlap cahaya semu memabukkan
Mengapa aku tetap lena
Walau sebenar ku rasa aura ketidak adilan
Apakah kesadaranku kan tiba
Kala kakek renta yang kau lihat benar-benar
Meletakkan lubang makam itu di pangkuanku...??
# Penulis Berkata
Oh kata-kata lihatlah :
Jika kakek renta yang kau lihat, benar benar
Meletakkan lubang makam dipangkuanku...
Bulan telah jatuh kepangkuanmu Yulia
Bulan hitam dari hujan hitam dari Tuhan hitam
Hari hari hitam hendaklah jangan pergi dari pangkuanmu
Agar aku lesap di sana
Oh...indahnya...oh...kelamnya dunia
2 #
Aku tertegun mencoba mencerna makna kata katanya
Imaji kembali menuntun ibu jari
Menekan huruf satu persatu
"bulan hitam bertabur cahaya
Penuh gurat suka cita tercipta
Hujan hitam yang tercipta
Membawa kesejahteraan semesta
Tuhan hitam dunia kegelapan pembawa pelita"
Haruskah aku bersyukur...???
Atau kembali menjadi orang kufur....???
Oh kata kata...
Merinding aku di buatnya
Jawab tanyaku yang kian meronta
3 #
Gema azdan menyentak
Imajiku menggeliat enggan
Tuk kembali keperadapan dunia FANA yang MAYA
Bertarung diantara iblis iblis tampan nan rupawan
Bertabur rayuan manis penuh kutukan
Wahai Sang Dewi malam
Rengkuhlah tubuhku dalam kedamaian
Duhai rahim Ibunda
Lesakkanlah kembali ragaku disana
Hingga ku tenang dan damai dalam kesucian
"Lia"
Pipit munngil tak lagi mungil
Mengantarkan seluruh penghuni jadat dalam lelap
Membuai mereka dalam dunia mimpi
Tapi dia tetap bergeming
Walau mataku tak lelap sekejap pun
Iseng ku buka FB lewat HP
Kubuka sebuah puisi
Tanpa sadar jemariku menari menakan tust huruf
Mencoba menuangkan fantasi liar di otakku
1 #
Mengapa harus terdiam
Kala hati meronta berteriak tak tahan
Tenggelam diantara gemerlap cahaya semu memabukkan
Mengapa aku tetap lena
Walau sebenar ku rasa aura ketidak adilan
Apakah kesadaranku kan tiba
Kala kakek renta yang kau lihat benar-benar
Meletakkan lubang makam itu di pangkuanku...??
# Penulis Berkata
Oh kata-kata lihatlah :
Jika kakek renta yang kau lihat, benar benar
Meletakkan lubang makam dipangkuanku...
Bulan telah jatuh kepangkuanmu Yulia
Bulan hitam dari hujan hitam dari Tuhan hitam
Hari hari hitam hendaklah jangan pergi dari pangkuanmu
Agar aku lesap di sana
Oh...indahnya...oh...kelamnya dunia
2 #
Aku tertegun mencoba mencerna makna kata katanya
Imaji kembali menuntun ibu jari
Menekan huruf satu persatu
"bulan hitam bertabur cahaya
Penuh gurat suka cita tercipta
Hujan hitam yang tercipta
Membawa kesejahteraan semesta
Tuhan hitam dunia kegelapan pembawa pelita"
Haruskah aku bersyukur...???
Atau kembali menjadi orang kufur....???
Oh kata kata...
Merinding aku di buatnya
Jawab tanyaku yang kian meronta
3 #
Gema azdan menyentak
Imajiku menggeliat enggan
Tuk kembali keperadapan dunia FANA yang MAYA
Bertarung diantara iblis iblis tampan nan rupawan
Bertabur rayuan manis penuh kutukan
Wahai Sang Dewi malam
Rengkuhlah tubuhku dalam kedamaian
Duhai rahim Ibunda
Lesakkanlah kembali ragaku disana
Hingga ku tenang dan damai dalam kesucian
"Lia"
Pipit munngil tak lagi mungil
Senin, 13 Juli 2009
Soil
Uugh....Tubuhku jadi asam
Akibat tangisan langit semalaman
Kini kian asam
Saat kau sebarkan UREA perlahan
Hanjriit.....
Tiap musim bertambah
Hingga mencapai tujuh *Kw per hektar
Pantas.....
Wajahku terasa kaku, retak dan mengeras
Kau jejali mulutku dengan sampah
Kau paksa aku menelan rangkaian senyawa beracun
Hingga **residu nya menggerogoti ragaku
kini ku mati dan impotent
Tak mampu membuat ASA mu menghijau
Hingga kembali kau jejali mulutku
Dengan literan senyawa-senyawa ***alkalis
Mikroba, cacing dan jasad renik yang lain tersingkir
Kalah bersaing dengan produk para bankir
Kalian tak sadar
Tlah jadikanku sampah peradapan
Untuk generasimu mendatang
* Kwintal
** Sisa / racun
*** Senyawa keras / Basa
"Lia..Pipit Mungil"
Akibat tangisan langit semalaman
Kini kian asam
Saat kau sebarkan UREA perlahan
Hanjriit.....
Tiap musim bertambah
Hingga mencapai tujuh *Kw per hektar
Pantas.....
Wajahku terasa kaku, retak dan mengeras
Kau jejali mulutku dengan sampah
Kau paksa aku menelan rangkaian senyawa beracun
Hingga **residu nya menggerogoti ragaku
kini ku mati dan impotent
Tak mampu membuat ASA mu menghijau
Hingga kembali kau jejali mulutku
Dengan literan senyawa-senyawa ***alkalis
Mikroba, cacing dan jasad renik yang lain tersingkir
Kalah bersaing dengan produk para bankir
Kalian tak sadar
Tlah jadikanku sampah peradapan
Untuk generasimu mendatang
* Kwintal
** Sisa / racun
*** Senyawa keras / Basa
"Lia..Pipit Mungil"
Embrio
Aku menggeliat
Menendang dinding *pericarp yang liat
Walau hanya dengan tetesan embun
Yang meresap ke pori-pori kulit
Aku harus tumbuh
Mencari cahaya mentari
Ringankan beban petani
Aku harus bertahan
Meski keping lembagaku tercabik tak karuan
Di koyak serangga-serangga jahanam
Ku tak mau petani kian kecut
Merogoh kocek dari dompet yang kusut
Tuk menyulamku yang terenggut maut
*Kulit biji
"Lia"
Menendang dinding *pericarp yang liat
Walau hanya dengan tetesan embun
Yang meresap ke pori-pori kulit
Aku harus tumbuh
Mencari cahaya mentari
Ringankan beban petani
Aku harus bertahan
Meski keping lembagaku tercabik tak karuan
Di koyak serangga-serangga jahanam
Ku tak mau petani kian kecut
Merogoh kocek dari dompet yang kusut
Tuk menyulamku yang terenggut maut
*Kulit biji
"Lia"
Ratap Jalanan
Jatahku kau sunat
Takaranku kau perhemat
Aku tercabik semburat
Saat menahan beban berat
Guyuran hujan menambah sekarat
Mencipta liang-liang sesat
Penggunaku mengumpat
Sumpah serapah terucap
Tatkala ia terjengkang hebat
Tak sedikit nyawa terenggut
Saat roda masuk liang maut
Ratakan aku
Sumpal liangku dengan mulut rakusmu
Aku takkan pernah mulus
Selagi otakmu seperti bulus
"Lia"
Takaranku kau perhemat
Aku tercabik semburat
Saat menahan beban berat
Guyuran hujan menambah sekarat
Mencipta liang-liang sesat
Penggunaku mengumpat
Sumpah serapah terucap
Tatkala ia terjengkang hebat
Tak sedikit nyawa terenggut
Saat roda masuk liang maut
Ratakan aku
Sumpal liangku dengan mulut rakusmu
Aku takkan pernah mulus
Selagi otakmu seperti bulus
"Lia"
Semestaku Mangkat
Terik matahari menyengat ubun-ubun
Gerah menyelimuti, raga bermandi peluh
Bumi retak berdebu
Pohon-pohon meranggas pilu
Peradaban dunia turut berubah
Pria atau wanita tiada pasti
Cinta, puisi dan nada sirna
Caci maki khianat meraja
Oh.....
Bumiku berkarat
Langitku tergantung menunggu tenggat
Samudra melesak keperut bumi
Hutan terpaksa gadaikan diri jadi sahara
Hai...jasad-jasad mati
Sadarlah...bangkitlah dari mati surimu
Asahlah rasamu dengan samurai tertajam dunia
Lihatlah....
Semesta kita tlah sekarat
Sakit menahun turun temurun
Bertahan berkorban demi kalian
Menunggu obat yang tak kunjung datang
Bilakah semestaku kan mangkat
1000 tahun..?? 100 tahun..?? 10 tahun..??
Ataukah esok hari...???
Dan saat itu tiba sesalpun tak berarti
"Lia-Pipit mungil"
19 Juni 2009
Gerah menyelimuti, raga bermandi peluh
Bumi retak berdebu
Pohon-pohon meranggas pilu
Peradaban dunia turut berubah
Pria atau wanita tiada pasti
Cinta, puisi dan nada sirna
Caci maki khianat meraja
Oh.....
Bumiku berkarat
Langitku tergantung menunggu tenggat
Samudra melesak keperut bumi
Hutan terpaksa gadaikan diri jadi sahara
Hai...jasad-jasad mati
Sadarlah...bangkitlah dari mati surimu
Asahlah rasamu dengan samurai tertajam dunia
Lihatlah....
Semesta kita tlah sekarat
Sakit menahun turun temurun
Bertahan berkorban demi kalian
Menunggu obat yang tak kunjung datang
Bilakah semestaku kan mangkat
1000 tahun..?? 100 tahun..?? 10 tahun..??
Ataukah esok hari...???
Dan saat itu tiba sesalpun tak berarti
"Lia-Pipit mungil"
19 Juni 2009
Kemarau
Semilir anginmu hadirkan tawa riang
Lambungkan layang-layang di angkasa benderang
Terik mentarimu panjang menyengat
Merangsang kelopak bunga tuk kembang
Mendaulat senyawa glukosa rasuki batang-batang tebu
Pacu generatif hijauan tuk bercumbu
Ciptakan benih-benih yang di tunggu
Saat malam menjelang
Langit pun terang penuh gemintang
Kaki-kaki mungil tak henti berkejaran
Nikmati malam bermandikan rembulan
Saat fajar menjelang
Sang bayu berhembus lembab
Dingin menusuk tulang
Lahirkan titik-titik embun menggairahkan
Namun....
Masamu yang panjang
Membuat bumiku gersang
Sumur-sumur kering kerontang
Sungai-sungai bagai cawan sariawan
Leher-leher mamanjang menahan kehausan
Rerumputan menguning sekarat
Lumut-lumut tinggal kerak
Kami menyebutmu paceklik
Karna tak satupun hasil yang dapat dipetik
Panas sinarmu bak pemantik
Hasilkan percikan api membara
Membakar hutan-hutan di bumi persada
Kemarau....
Bawa suka dan duka tiada terperi
Duka yang bukan kau maui
Tapi akibat ulah kami sendiri
"Lia or Pipit Mungil"
Semoga kemarau kali ini baik-baik saja
Tak ada asap disumatra, kalimantan dan sekitarnya
Tak ada kekeringan lagi...amin...
Lambungkan layang-layang di angkasa benderang
Terik mentarimu panjang menyengat
Merangsang kelopak bunga tuk kembang
Mendaulat senyawa glukosa rasuki batang-batang tebu
Pacu generatif hijauan tuk bercumbu
Ciptakan benih-benih yang di tunggu
Saat malam menjelang
Langit pun terang penuh gemintang
Kaki-kaki mungil tak henti berkejaran
Nikmati malam bermandikan rembulan
Saat fajar menjelang
Sang bayu berhembus lembab
Dingin menusuk tulang
Lahirkan titik-titik embun menggairahkan
Namun....
Masamu yang panjang
Membuat bumiku gersang
Sumur-sumur kering kerontang
Sungai-sungai bagai cawan sariawan
Leher-leher mamanjang menahan kehausan
Rerumputan menguning sekarat
Lumut-lumut tinggal kerak
Kami menyebutmu paceklik
Karna tak satupun hasil yang dapat dipetik
Panas sinarmu bak pemantik
Hasilkan percikan api membara
Membakar hutan-hutan di bumi persada
Kemarau....
Bawa suka dan duka tiada terperi
Duka yang bukan kau maui
Tapi akibat ulah kami sendiri
"Lia or Pipit Mungil"
Semoga kemarau kali ini baik-baik saja
Tak ada asap disumatra, kalimantan dan sekitarnya
Tak ada kekeringan lagi...amin...
Biarkan Aku Bernyanyi dan Berpuisi
Bibirku bersenandung
Nyanyikan kidung cinta asmaradana
Dendangkan nyanyian rindu semesta bestari
Agar semua orang tahu
Bahwa aku sang pemuja cinta lewat lagu
Agar alam tahu rinduku menggebu
Dan semesta bertasbih
Mengikuti untaian nada dawai gitarku
Melebur bersatu padu dalam sukmaku
Hingga tercipta kidung cinta bernada surga
Jemariku kan terus menari
Diatas kanvas putih nan suci
Tuangkan bait kata fantasi
Syairku tentang cinta
Mendayu syahdu menggelora
Meliuk diantara pohon pohon hati penuh rindu
Hingga sampai dan bertahta
Dalam mahligai istana cinta membiru
Syairku tentang semesta
Yang begitu indah asri memukau
Tempatku lahir, tumbuh dan hidup
Hingga kembali berkalang tanah
Biarkan aku terus bernyanyi
Hingga suaraku tak mampu lagi bersenandung
Biarkan aku terus berpuisi
Hingga otakku membeku
Dan jemariku tak sanggup lagi menari
Tuangkan semua bait fantasi
"Lia"
Nyanyikan kidung cinta asmaradana
Dendangkan nyanyian rindu semesta bestari
Agar semua orang tahu
Bahwa aku sang pemuja cinta lewat lagu
Agar alam tahu rinduku menggebu
Dan semesta bertasbih
Mengikuti untaian nada dawai gitarku
Melebur bersatu padu dalam sukmaku
Hingga tercipta kidung cinta bernada surga
Jemariku kan terus menari
Diatas kanvas putih nan suci
Tuangkan bait kata fantasi
Syairku tentang cinta
Mendayu syahdu menggelora
Meliuk diantara pohon pohon hati penuh rindu
Hingga sampai dan bertahta
Dalam mahligai istana cinta membiru
Syairku tentang semesta
Yang begitu indah asri memukau
Tempatku lahir, tumbuh dan hidup
Hingga kembali berkalang tanah
Biarkan aku terus bernyanyi
Hingga suaraku tak mampu lagi bersenandung
Biarkan aku terus berpuisi
Hingga otakku membeku
Dan jemariku tak sanggup lagi menari
Tuangkan semua bait fantasi
"Lia"
Jumat, 03 Juli 2009
Kelana Imaji
Sayapku mengepak pelan kelelahan
Meliuk limbung nyaris tersungkur
Mata sipitku seakan rabun
Silau akan gulita dalam gemerlap cahaya
Meraba dinding-dinding yang penuh lentera
Paruh rapuhku berkicau sendu
Diantara suara-suara gempita dari bibir bisu
Membaur dalam teriakan-teriakan empati semu
Hendak kemana ringkih tubuh mungilku berlabuh
Diistana megah bertabur bunga
Dengan suasana mencekam bak pekuburan tua
Atau kecomberan berlumpur
Dimana ketulusan dan kebeliaan canda tawa meraja
Imajiku terus melayang
Iringi kepakku yang kian tak beraturan
Mencari jawab nurani tuk sebuah keabadian
"Lia"
Apakah yang aku cari
Hanya sebatas kelana imajikah..??
Meliuk limbung nyaris tersungkur
Mata sipitku seakan rabun
Silau akan gulita dalam gemerlap cahaya
Meraba dinding-dinding yang penuh lentera
Paruh rapuhku berkicau sendu
Diantara suara-suara gempita dari bibir bisu
Membaur dalam teriakan-teriakan empati semu
Hendak kemana ringkih tubuh mungilku berlabuh
Diistana megah bertabur bunga
Dengan suasana mencekam bak pekuburan tua
Atau kecomberan berlumpur
Dimana ketulusan dan kebeliaan canda tawa meraja
Imajiku terus melayang
Iringi kepakku yang kian tak beraturan
Mencari jawab nurani tuk sebuah keabadian
"Lia"
Apakah yang aku cari
Hanya sebatas kelana imajikah..??
Langganan:
Postingan (Atom)