Sayang, gerah jarak seperti membangun rindu dari biji ingatan
malam dan hujan berderap cahaya lampu berpagutan dengan hujan
aku di bawahnya membawa sekeranjang sepi
sembab mataku berjalan menujumu jantung dan hati berbagi sunyi
sayang, aku laki laki disusui purnama berlarian di semesta
mengukir langit dengan mataku
bila aku tak sampai padamu malam ini berikan rongga rindu untukku
biar aku ada dalam ingatanmu yang semakin senja
by : SAF
Senin, 16 November 2009
Sebatang Coklat Rindu
Kala rindu mengiris kalbu
Ku beli dua batang coklat di warung biru
Satu untukku, satu untukmu
Satu untukku, satu untukmu
Dua-dua nya aku yang makan
Biar jarak tau, dia bukan persoalan
Biar dia malu mengganggu kita melulu
Satu persatu kunikmati perlahan
Sampai di jantung
Sampai di hati
Sampai di dalam tubuh kita
Dalam hati jadi cinta dan ikatan
Dalam jantung jadi do'a dan harapan
Dalam tubuh jadi kita dan kekuatan
"Kutitipkan rindu pada sebatang coklat untukmu"
"Lia by SAF"
August '09
Ku beli dua batang coklat di warung biru
Satu untukku, satu untukmu
Satu untukku, satu untukmu
Dua-dua nya aku yang makan
Biar jarak tau, dia bukan persoalan
Biar dia malu mengganggu kita melulu
Satu persatu kunikmati perlahan
Sampai di jantung
Sampai di hati
Sampai di dalam tubuh kita
Dalam hati jadi cinta dan ikatan
Dalam jantung jadi do'a dan harapan
Dalam tubuh jadi kita dan kekuatan
"Kutitipkan rindu pada sebatang coklat untukmu"
"Lia by SAF"
August '09
Minggu, 15 November 2009
Harapan Ladang Jagung
musim selalu ingkar
Langkahmu tak mampu terkejar
Semilirmu tak lagi teraba
Walau sejumput hanya
Tubuhku kerontang
Dahagaku kian rimbun
Dari pagi hingga petang
mengharap setetes embun
Sto-mata-ku berkarat
Air kehidupan kian mampat
Udara tak lagi murni
Terkotori tercemari
Haruskah mati konyol
Dengan usaha masih nol
Tidak !
Demi harap penanamku
memetik di ujung waktu
mengisi perut tersembilu
disayat kelaparan bertalu
Aku harus tumbuh, bangkit
Menatap matahari terbit
by Pipit Mungil
270809
Langkahmu tak mampu terkejar
Semilirmu tak lagi teraba
Walau sejumput hanya
Tubuhku kerontang
Dahagaku kian rimbun
Dari pagi hingga petang
mengharap setetes embun
Sto-mata-ku berkarat
Air kehidupan kian mampat
Udara tak lagi murni
Terkotori tercemari
Haruskah mati konyol
Dengan usaha masih nol
Tidak !
Demi harap penanamku
memetik di ujung waktu
mengisi perut tersembilu
disayat kelaparan bertalu
Aku harus tumbuh, bangkit
Menatap matahari terbit
by Pipit Mungil
270809
Misteri Sunyi
tertatih dalam kenang menindih
meraba dinding masa yang jauh
menghitung langkah
dalam waktu tak terjamah
sendiri dalam labirin sunyi
hanya mampu menanti
dalam waktu silih berganti
mencoba menggapai asa diri
pasrah pada suratan Ilahi
"Lia by ARA"
260809
meraba dinding masa yang jauh
menghitung langkah
dalam waktu tak terjamah
sendiri dalam labirin sunyi
hanya mampu menanti
dalam waktu silih berganti
mencoba menggapai asa diri
pasrah pada suratan Ilahi
"Lia by ARA"
260809
Praja Muda Karana
coklat tua coklat muda
simbol musim di bumi persada
asduk menggantung indah di leher
tunas kelapa dan bunga lily pun turut bertengger
tak lupa kabaret dan topi
menambah manis dan asri
siaga, penggalang, penegak
semua berdiri bersikap tegak
berbaris laksana perwira
membentuk *angkare yang diminta
semua telah siap
tiang bendera tlah tertancap kuat
dari tongkat-tongkat yang terikat
cerminan persaudaraan yang begitu lekat
tri satya terpatri dalam jiwa
dasa dharma dalam lelaku raga
satya, ku-ku dharmakan
dharma, ku-ku baktikan
agar jaya Indonesia, Indonesia
tanah airku
kami jadi pandumu
SALAM PRAMUKA !!!!
*bentuk barisan yang sering dilakukan pada upacara kepramukaan
"Lia"
140809
simbol musim di bumi persada
asduk menggantung indah di leher
tunas kelapa dan bunga lily pun turut bertengger
tak lupa kabaret dan topi
menambah manis dan asri
siaga, penggalang, penegak
semua berdiri bersikap tegak
berbaris laksana perwira
membentuk *angkare yang diminta
semua telah siap
tiang bendera tlah tertancap kuat
dari tongkat-tongkat yang terikat
cerminan persaudaraan yang begitu lekat
tri satya terpatri dalam jiwa
dasa dharma dalam lelaku raga
satya, ku-ku dharmakan
dharma, ku-ku baktikan
agar jaya Indonesia, Indonesia
tanah airku
kami jadi pandumu
SALAM PRAMUKA !!!!
*bentuk barisan yang sering dilakukan pada upacara kepramukaan
"Lia"
140809
Terbiar
panas membakar
pandangan seketika nanar
tak lagi mampu kutawar
ngilu yang kian menguar
wajah lagi-lagi dibasuh memar
tak mampu tuangkan kelakar
siang panggang sekujur tak wajar
seolah mengajar tentang haus dan lapar
aku yang terbiar
masihkah kau menalar
dengan lilinmu yang memijar
akh !! aku tersasar di altar
"Lia,Ekosta,Khairud
140809
pandangan seketika nanar
tak lagi mampu kutawar
ngilu yang kian menguar
wajah lagi-lagi dibasuh memar
tak mampu tuangkan kelakar
siang panggang sekujur tak wajar
seolah mengajar tentang haus dan lapar
aku yang terbiar
masihkah kau menalar
dengan lilinmu yang memijar
akh !! aku tersasar di altar
"Lia,Ekosta,Khairud
140809
Mengejar Mimpi Di Pasar Pagi
Krieeet….krieeet…..
Sayup kudengar suara itu
Suara yang sama pada jam yang sama pula
Bunyi sepeda onthel Bu Narni
Ah….Ibu yang tak kenal lelah dan takut
Berjuang demi ketiga anaknya
Hatiku miris…..
Dia berjuang sendiri meski punya suami
Huuuft…..hanya desah nafas yang keluar dari mulutku
Dan hanya untaian kata sederhana ini yang mampu ku rajut
Pada malam malam panjang
Kau telah merancang
Saat semua lena dalam mimpi
Kau sibuk menguntai lembar demi lembar mimpi
Semua masih terlelap
Jalan jalan pun lengang dan gelap
Kau lempar kantuk banting lelah
Diatas sepeda tua
Kau berpacu dengan waktu
Mengejar asa
Dengan sekeranjang rebung dan daun ketela
Kau menunggu dengan sabar
Diantara teriakan pembeli dan penjual yang hingar bingar
Bibirmu lirih bergumam
Ikuti sayup rapal do'a dikejauhan
Sambil sesekali ikut berteriak tawarkan dagangan
Wajahmu tersenyum nanar
Antara harap dan cemas
Akankah ikatan ikatan yang kau jalin terjual amblas
"Lia"
15 Juli '09
# Terilhami dari tetanggaku yang tiap jam 2 pagi
berangkat ke pasar tanjung berjualan sayuran
Sayup kudengar suara itu
Suara yang sama pada jam yang sama pula
Bunyi sepeda onthel Bu Narni
Ah….Ibu yang tak kenal lelah dan takut
Berjuang demi ketiga anaknya
Hatiku miris…..
Dia berjuang sendiri meski punya suami
Huuuft…..hanya desah nafas yang keluar dari mulutku
Dan hanya untaian kata sederhana ini yang mampu ku rajut
Pada malam malam panjang
Kau telah merancang
Saat semua lena dalam mimpi
Kau sibuk menguntai lembar demi lembar mimpi
Semua masih terlelap
Jalan jalan pun lengang dan gelap
Kau lempar kantuk banting lelah
Diatas sepeda tua
Kau berpacu dengan waktu
Mengejar asa
Dengan sekeranjang rebung dan daun ketela
Kau menunggu dengan sabar
Diantara teriakan pembeli dan penjual yang hingar bingar
Bibirmu lirih bergumam
Ikuti sayup rapal do'a dikejauhan
Sambil sesekali ikut berteriak tawarkan dagangan
Wajahmu tersenyum nanar
Antara harap dan cemas
Akankah ikatan ikatan yang kau jalin terjual amblas
"Lia"
15 Juli '09
# Terilhami dari tetanggaku yang tiap jam 2 pagi
berangkat ke pasar tanjung berjualan sayuran
Kabut Di Kaki Argopuro
Jerit ketakutan membaur dengan
erang kesakitan berpacu dalam
lolongan kematian”
Amarah yang kau nyanyikan
Lewat tangisan diterang, kegelapan
mencipta kabut berkepanjangan
Puing-puing berserakan
Karena hempasanmu semalaman
Sisakan luka dalam isakan
Pendar mentari semu
Tawarkan hangat kelabu
Mencoba tepiskan luka
Dengan berbagai tipu daya
Namun..
Kabut dikakimu tetap bergeming
Mengakar dalam urat bumi
Terpancang kuat dalam sanubari
"Pipit Mungil"
04 August 2009
erang kesakitan berpacu dalam
lolongan kematian”
Amarah yang kau nyanyikan
Lewat tangisan diterang, kegelapan
mencipta kabut berkepanjangan
Puing-puing berserakan
Karena hempasanmu semalaman
Sisakan luka dalam isakan
Pendar mentari semu
Tawarkan hangat kelabu
Mencoba tepiskan luka
Dengan berbagai tipu daya
Namun..
Kabut dikakimu tetap bergeming
Mengakar dalam urat bumi
Terpancang kuat dalam sanubari
"Pipit Mungil"
04 August 2009
Langganan:
Postingan (Atom)