Sabtu, 08 Agustus 2009

Buruh Tani

“Dalam tiap ayunan,
terperah darah demi sekeping impian”


Berdiri hadapi hamparan

Ukir guludan banyak ragam

Lempak masuk tanah keluar



Semenjak fajar selalu begitu

Lempar kantuk kesampingkan lelah

Hingga petang baru berhenti

Lelah penat tak lagi terperi



Demi asik mengukir bumi

Cipta harta yang bukan milik sendiri

Harta tuan tanah sang majikan

Harta sendiri hanya tenaga

Tenaga badan ditiap ayunan


"Lia"

Serumpun Asa

"Kutitipkan mimpi,
ku gadaikan darah dan belulang
pada batang padi"



Kusingkal dan kucangkul tempat semaimu

Kulumat bakal ilalang yang kan menggodamu

Kuratakan, kuhaluskan dan kualirkan air kesejukan

Hingga embriomu menggelian nyaman



Aku tersenyum, dadaku membusung

Saat keping lembagamu menyembul

Kian hijau, segar bak perawan gunung



Harapanku kian melambung

Membayangkan kau kan penuh mengisi lumbung

Membantuku ringankan kebutuhan yang kian membumbung

Hingga anak dan istriku tak lagi termenung


Detik-detik memetikmu kian dekat

Anai-anai pun ku asah lebih cepat

Namun aku tercekat

Saat daun benderamu berkarat

Bulir-bulirmu yang keemasan berubah coklat

Karna musim yang tak lagi mampu ku dekap

Hama penyakit yang tak lagi mati oleh obat



oh serumpun asaku

Akankah selalu seperti ini

Aku tetap miskin dinegeri sendiri

Tetap buruh di tanah Ibu sendiri


"Lia"